Dinas PUPR Sumedang Tertipu, Nama KPK Dicatut

FORKOWAS.id – Sebanyak tujuh orang saksi dihadirkan dalam sidang kasus dugaan korupsi peningkatan Jalan Keboncau-Kudangwangi Kab. Sumedang tahun 2019 pada Dinas PUPR, di Ruang Sidang III Soerjadi PN Tindak Pidana Korupsi Bandung. Rabu (10/5/2023).

Keempat terdakwa menjalani sidang yang diantaranya, Deni Rifdriana (Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Sumedang), Hari Bagja (Kepala Seksi Perencanaan dan Evaluasi pada Bidang Bina Marga Dinas PUTR Kabupaten Sumedang), Budi Rahayu (mantan ketua Pokja Pemilihan pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang dan Usep Saefudin selaku pelaksana proyek.

Sidang, dipimpin Hakim Ketua Eman Sulaeman SH, anggota I Akbar Isnanto SH. M.Hum dan anggota 2 Bhudi Kuswanto, SH, MH.

Terpantau dalam sidang, persoalan pinjam atau sewa bendera kembali dikupas.

Para saksi dan penasihat hukum dari semua terdakwa pun kembali ikut mengupas masalah pinjam atau sewa bendera.

Terbukti dalam sidang, jika konsultan perencanaan dan pengawas dalam proyek tersebut, terbukti melakukan sewa bendera.

Bahkan, disebut-sebut oleh beberapa saksi jika terdakwa Usep Saepudin atau Mang Usep (MU) pun meminjam bendera.

Menyikapi bahasan tersebut,
Mang Usep pun sintak membantah jika dirinya melakukan sewa bendera dalam proyek tersebut.

“Saya tak pernah sewa bendera apalagi membayar uang sewa. Pernyataan saksi itu tak benar, maka silahkan dibuktikan,” ujar Mang Usep.

Kemudin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui Kepala Sub Seksi Penuntutan Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksekusi Kejari Sumedang Anggiat Sautma SH
melontarkan pertanyaan soal keterlibatan para saksi terhadap proyek tersebut.

Tampak menarik, disaat JPU melayangkan pertanyaan kepada salah seorang saksi yakni mantan Kadis PUPR, Ir. Sujatmiko.

Diketahui, pada saat kasus itu atau pada tahun 2019 saksi Sujatmiko sudah tidak lagi bertugas sebagai Kepala Dinas PUPR Sumedang.

“Saya menjabat kepala dinas dari tahun 2017 sampai 2018,l. Benar, untuk peningkatan jalan Keboncau-Kudangwangi sempat diusulkan,” ujarnya.

Karena, ada dari Bappeda bahwa PUPR harus mengusulkannya ke Provinsi.

“Kita menyampaikan usulan itu berdasarkan rencana kerja tahun 2018. Setelah itu disampaikan ke Bappeda,” ucapnya.

Kemudian, dia tidak tahu bahwa usulan itu ternyata keluar pada saat Desember 2018 dia sudah mengundurkan diri sebagai kepala dinas.

Sujatmiko mengatakan, yang menyusun rencana kerja dan anggaran SKPD tahun 2018 dilakukan oleh seksi Perencanaan Bidang Bina Marga berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) tahunan PUPR yang tidak dianggarkan oleh APBD Kabupaten maupun pusat, lalu diajukan ke provinsi untuk meminta bantuan.

JPU kembali memberikan pertanyaan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terjadi di Dinas PUPR Sumedang tahun 2018.

“Pernah terjadi OTT KPK, waktu ada pemborong bernama Pak Ahmad Ghiast serta anggota DPR RI Amin Santono yang menawarkan bisa membantu menurunkan anggaran ke Sumedang,” ujar Sujatmoko.

Adanya tawaran tersebut, dia langsung melakukan pertemuan bersama para Kabid PUPR Sumedang.

Yakni Hari Bagja, Deni Rifdiana, dan Dedi Mulyana, membahas tawaran tersebut.

“Saya langsung berkumpul dengan para Kabid dan muncul beberapa kesimpulan,” ucapnya.

Pertama, kata dia, selama ini belum pernah ada DAK yang turun di perubahan.

Sehingga masukan dari para kabid itu tidak mungkin terjadi.

Juga di waktu perubahan, ujar dia, waktunya sempit dan tidak bisa melakukan tender juga kalau dilaksanakan khawatir masuk bulan musim hujan, sehingga dia tolak.

Adanya penolakan tersebut, lanjut dia, Ahmad Ghiast langsung mendatangi Subag Bagian Program PUPR Sumedang.

Kemudian, oleh Subag dibuatkan usulan tanpa sepengatahuan dirinya.

Dalam usulan tersebut tidak boleh dinas langsung ke pusat, tetapi melalui Dinas ke Bappeda, selanjutnya ke pusat.

“Tiba-tiba ada KPK ke Dinas PUPR Sumedang dan Dinas Perkim Sumedang,” ucapnya.

“Ya, datang dari KPK kekantor, karena buntut OTT pak Ahmad Ghiast serta Amin Santono diperiksa semuanya, kita pun di BAP dimintai pertanggung jawaban karena ada usulan itu,” ucapnya.

Adanya OTT KPK itu membuat dirinya stres, dan pada saat itu Pak Asep Darajat (PPK) membawa temannya yang mengaku bisa membantu soal OTT KPK, dan akhirnya semua mengikuti keinginannya.

“Setelah beberapa bulan saya baru sadar bahwa ini merupakan sebuah penipuan, dan pembohongan. Untuk itu, saya sampaikan mohon maaf apabila ada apa-apa, dan saya tidak bertanggung jawab. Karena, saya tidak bersalah dan akhirnya mengundurkan diri sebagai kepala dinas,” ujarnya.

Menurutnya, yang mencatut orang KPK itu teman Pak Asep Derajat dan benar meminta uang 1.5 M.

“Saya kaget dan kondisi saat itu seperti dihipnotis,” ucapnya.

“Sebelumnya, telah melakukan pertemuan dengan tiga Kabid di PUPR, dan ada pengumpulan uang untuk menutup masalah itu,” ucapnya.

Uang itu, kata dia, patungan dari beberapa pengusaha di Sumedang, khusus untuk membantu penyelesaian soal KPK itu.

“Soal KPK itu, tiba-tiba ada teman Pak Asep dan menggertak harus ada uang sekitar 1,5 Miliar, orang itu langsung minta uang,” tambahnya.

Menurutnya, urusan kelanjutan KPK tidak mengetahui kelanjutannya, karena dia sudah pindah ke Bandung.

“Saya yakin bahwa itu penipuan sesuai kata keluarga saya dari kepolisian,” ucapnya.

“Yang mengumpulkan, dan memberikan uang hasil udunan dari pengusaha, ya Pak Asep Darajat,” ucapnya.

Sementara, Saksi sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Sumedang pada waktu itu, Asep Darajat, mengaku bahwa pengajuan anggaran proyek jalan Kudangwangi-Keboncau itu sekitar 5 miliar untuk fisik.

“Setelah menjadi Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA), mengetahui bahwa untuk jalan Kudangwangi-Keboncau sekitar 4,900 miliar,” ujarnya.

“Anggaran 5 miliar untuk DPA didalamnya ada biaya umum untuk perjalanan dinas, honor termasuk belanja ATK,” ucapnya.

Asep mengaku, dirinya ditunjuk menjadi PPK proyek Jalan Keboncau-Kudangwangi sesuai SK Kepala Dinas PUPR yang sebelumnya diusulkan dari Bidang Bina Marga yang ditandatangani Kepala Bidang (Kabid) Deni Rifdiana.

“Saya mendapat SK dari Kadis yang sebelumnya diusulkan dan ditetapkan menjadi SK, kebetulan sebelumnya saya dibagian kasi pembangunan,” ujarnya.

Menurutnya, proses pemilihan penyedia peningkatan jalan Keboncau-Kudangwangi
dikelola oleh Hari Bagja sebagai Kasi Perencanaan/Pejabat Konsultasi.

Bahkan, ia mengaku jika soal sewa bendera untuk proyek di Sumedang sudah hal biasa.

Ketika JPU menanyakan terkait OTT KPK, Asep mengatakan adanya kejadian itu membuat Kadis PUPR Sumedang Sujatmiko tidak mau dinas ke Kantor.

Sehingga dirinya bisa menemui Kadis hanya disebuah masjid di Kota Sumedang.

“Hasil pertemuan itu, saya sampaikan bahwa akan ada yang membantu Pak Kadis adanya OTT KPK, Kadis menyambut baik,” tambahnya.

Setelah setuju, kata dia, selanjutnya berangkat ke Bandung melakukan pertemuan dengan orang yang akan membantu yang diketahui bernama Yoni.

“Waktu itu yang berangkat ke Bandung saya, Pak Deni Rifdiana, Pa Sujatmiko dan beberapa orang yang lain bertemu di hotel sekitar Dago,” ujarnya.

Menurutnya, beberapa pengusaha rekan dinas ikut udunan untuk orang yang mencatut dari KPK itu.

“Benar, ada bebrapa pengusaha yang membantu. Untuk Mang Usep, saya akui memang jejak rekam bekerja di Sumedang cukup baik,” ujarnya.

Setelah itu, maka terkumpulah uang 1,5 miliar dari beberapa pengusaha, bahkan lebih.

“Setelah uang terkumpul, langsung diantarakan kepada orang yang akan membantu sebanyak 3 kali, pertama 500 juta, kedua 400 juta dan terakhir 600 juta,” ucapnya.

Sementara itu, terdakwa H. Usep membantah pernyataan saksi dan mengatakan tak pernah mengetahui soal KPK termasuk adanya udunan tersebut.

“Silahkan saja buktikan,” kata Mang Usep dalam sidang.

“Ada kesaksian bohong jika saya ikut udunan uang senilai Rp 200 juta untuk orang yang mengaku dari KPK sesuai pernyataan Pak Asep,” ucapnya sambil berjalan menuju mobil tahanan. ***

Komentar